Sangsi hukum yang tidak tegas kepada para pelanggar kasus merek memberi peluang untuk pengusaha tidak berkreatif dan berprilaku dengan didasari itikat tidak baik. Hal ini berdampak pada maraknya pelanggaran akan kemiripan merek dn pesimisnya pengusaha dalam membesarkan mereknya, buat apa bersusah payah menciptakan merek kalau nanti merek itu akan gampang ditiru orang lain. Jika ini terus berlanjut maka dunia usaha Indonesia akan mati dengan cepat.
Pihak yang dirugikan dalam hal kemiripan merek, tentu saja pemilik merek asli. Kerugian finansial, dan rusaknya proses pencitraan produk yang telah dirintis bertahun-tahuan akan rusak. Belum lagi apabila merek pendompleng kualitasnya sangat buruk maka rusaklah kredibilitas dimata konsumen.
Namun jika dilihat lebih jauh lagi, menurut Hadi Konsultan Pajak dan Keuangan dari PB&co.,pihak yang paling dirugikan justru masyarakat sebagai konsumen karena yang dibeli bukan produk yang diinginkan.
" Merek juga memiliki nilai psikologis bagi konsumen yang mempercayainya. Dengan sugesti yang kuat, konsumen dipuaskan dengan ampuhan atau mutu produk yang dibelinya. Belum lagi jika harga produk pendompleng tersebut lebih murah dan mengandung zat-zat berbahaya yang tidak layak digunakan manusia. Jadi jelas ini merugikan masyarakat ",kata Hadi.
Akibatnya , kembali lagi, pemilik merek asli akan kehilangan potensi keuntungan, yang disebabkan runtuhnya kepercayaan konsumen terhadap mereknya. Bagi pemilik, merek bukan sekedar identitas sebuah produk,. Di dalamnya terkandung banyak nilai2 tradisi dari perusahaan. Sebab menentukan sebuah merek bukanlah suatu hal yang mudah. Ada banyak proses, selain beriklan juga riset, yang biayanya sangat mahal,. Merek juga dianggap penentu keberhasilan dari sebuah produk yang berkontribusi pada pertumbuhan perusahaan.
Merek adalah Asset.
Dalam jangka panjang, citra peruahaan bisa diukur dari merek produknya. Dibenak konsumen ada asumsi, jika produsen bisa menghasilkan sebuah merek produk, yang dikenal berkualitas maka apapun produk dari produsen tersebut akan dianggap berkualitas. " jadi, merek itu ibarat aset jangka panjang yang tak berwujud. Disana ada persepsi "stake holder" terhadap perusahaan yang memproduksinya. Mitra-mitra bisnis akan mudah untuk diyakinkan , dan tidak ragu lagi terhadap kualitas perusahaan" lanjut Hadi.
Dengan demikian, tidak heran jika pemilik sebuah merek , akan berusaha keras menjaga citra pada merek-nya. Mereka melakukan proses pencitraan yang berkesinambungan , agar merek tersebut tidak lekang dimakan waktu baik melalui perbaikan kualitas, inovasi dan kepedulian sosial untuk mempererat jaringan dengan komunitasnya. Hal ini dilakukan , karena mereka percaya, dengan menjaga citra merek maka mereknya akan besar dan terkenal. Pada akhirnya , merek tersebut akan menggiring produsen ke level usaha yang lebih tinggi lagi.
" Proses menuju level ini tidak mudah dan memerlukan waktu yang sangat panjang dan mahal" ujar Hadi. Lebih lanjut , ketika sebuah merek bisa menjadi besar dan terkenal maka akan memudahkan si pemilik untuk berekspansi. Bahkan tidak mungkin, terkenal atau tidaknya sebuah merek, menjadi dasar pertimbangan bagi lembaga keuangan seperti bank dan asuransi untuk menjadikannya partner dan memberikan pinjaman. " Karena lembaga keuangan tersebut, melihat ada masa depan yang bisa di raih dengan merek yang terkenal" lanjut Hadi.
Dari faktor-faktor diatas, bisa dilihat bahwa merek jelas punya nilai ekonomis yang sangat tinggi bagi pemiliknya. Tak heran jika kemudian, mereka akan sangat kecewa jika merek yang telah dikampanyekan dengan baik selama bertahun-tahaun dengan biaya yang tidak sedikit , lalu seenaknya didompleng. Dan itulan persoalan yang terjadi di Indonesia. Sedikit saja merek menjadi terkenal, dengan cepat pula ia akan didompleng.
" Karenanya harus dilakukan edukasi terus menerus kepada para produsen, agar menjalankan usaha dengan baik sehingga membangun iklim usaha yang sehat dan mengundang investor dinegeri ini' saran Hadi.
Sumber : Media Indonesia, hal. 3, Selasa, 5 Desember 2006.
NB: Bila ingin mendapatkan perlindungan terhadap merek lakukan pendaftaran di Ditjen HKI. Departemen Hukum dan HAM RI.